QS. Al-Hadid : 16

Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik. .

QS. Al-An'am : 153

dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.

QS. Al-Israa' : 9

Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.

Hadits Rasulullah SAW

Rasul Muhammad SAW bersabda, “Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara [pusaka]. Kalian tidak akan tersesat selama-lamanya selagi kalian berpegang teguh pada keduanya, yaitu Kitab Allah (Alquran) dan sunah Rasul.” (HR Malik, Muslim dan Ash-hab al-Sunan).

QS. Al-Israa' : 36

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.

Rabu, 22 Mei 2013

Perumpamaan Orang-Orang yang mendustakan ayat-ayat Allah

   Allah SWT memberikan perumpamaan bagi orang yang mendustakan ayat-ayat-Nya dengan berbagai macam perumpamaan, ada yang seperti anjing, ada yang seperti nyamuk, ada yang seperti binatang ternak dan lain sebagainya.

   Pada artikel kali ini saya akan menulis tentang perumpamaan orang yang mendustakan ayat-ayat Allah yang terdapat dalam surat Al-A'raf : 176.

 Dan kalau kami menghendaki, Sesungguhnya kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah,  Maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.

   Dalam ayat diatas Allah SWT sebenarnya menghendaki hambaNya itu tinggi derajatnya dengan mengikuti ayat-ayat Allah, tetapi sebagian dari manusia lebih cenderung mengikuti hawa nafsunya yang rendah, maka Allah mengumpamakan mereka itu seperti anjing. sudah kita ketahui bahwa anjing itu selalu menjulurkan lidahnya, saat dihalau ataupun tidak, anjing selalu menjulurkan lidahnya. begitu juga dengan manusia yang mendustakan ayat-ayat Allah, bila ia diberi peringatan dengan ayat-ayat Allah, ia tidak menghiraukannya, maka pewrumpamaannya seperti anjing tadi, tetap berlaku sama saat diberi peringatan atau tidak.

   Allah SWT memberikan perumpamaan seperti itu, supaya hamba itu berpikir tentang dirinya, apakah dirinya itu termasuk orang yang mendustakan ayat-ayat Allah ataukah orang yang taat. kalau kita termasuk orang yang taat pada ayat-ayat Allah, Allah akan meninggihkan derajatnya setinggi tingginya, tetapi jika mendustakan ayat-ayatnya, maka perumpamannya seperti anjing tadi. tentu kita ga maukan wong kita itu manusia kok diibaratkan seperti anjing? jika memang tidak mau diibaratkan seperi anjing, maka sekarang saatnya kita kembali kepada Allah, taat pada Ayat-ayatNya, kalau ayat itu suatu larangan kita jauhi, dan kalau itu suatu perintah semaksimalnya harus kita laksanakan.


Jumat, 26 April 2013

Menemani Istri Ketika Makan

   Berikut ini saya akan menulis hadits tentang etika ( seni bergaul ) yang baik yang diajarkan oleh Rasulullah SAW terhadap astriNya dalam hal " menemani istri ketika makan ".

   hadits yang akan saya tulis ini menceritakan bahwa Nabi SAW sebagai suri teladan yang baik mengajarkan kepada kita tentang kasih sayang kepada istri, diantara kasih sayang yang diajarkan Nabi adalah, seorang suami terkadang perlu mengajak istrinya untuk makan diluar, atau memenuhi undangan makan bersama, apabila mendapat undangan makan.

   Dari Anas, bahwa Rasulullah SAW, memiliki tetangga berkebangsaan persia. Dia telah memasak kuah ynag enak untuk Rasulullah SAW. Kemudian dia mendatangi beliau dan mengundangnya (makan). Beliau lalu berkata, " dengan dia?" Dengan menunjuk kepada Aisyah RA. Dia berkata, "tidak". Rasulullah SAW berkata, "jika begitu, tidak" maksudnya beliau menolak pergi sendirian. Kemudian tetangganya itu kembali lagi dan mengundang beliau. Rasulullah SAW berkata, "dan bagaimana dengan orang ini", Dia berkata, "tidak." Rasulullah SAW berkata, "jika begitu, tidak." Kemudian dia kembali lagi dan mengundang beliau. Rasulullah SAW berkata, "Dengan dia?" dia menjawab, "ya, boleh" pada ketiga kalinya. Kemudian Rasulullah SAW dan Aisyah RA pun berdiri, keduanya berjalan berurutan hingga mendatangi rumah tetangga beliau tadi. [HR. Muslim 2037 ] 

Jumat, 28 Desember 2012

Rahmat Allah bagi orang yang berbuat maksiat

Rahmat Allah meliputi seluruh mahluk-Nya, dan salah satu Rahmat Allah atau kasing sayang Allah kepada manusia didunia ini adalah apabila manusia berbuat dosa, Allah tidak langsung menghukumnya, tetapi Allah masih menagguhkan hukumannya atau Allah memberikan waktu kepada kita, apakah dengan waktu itu, kita akan bertaubat dan kembali kepada Allah atau malah dengan waktu itu kemaksiatan kita malah menjadi-jadi, bahkan kadangkala jika berbuat maksiat sekali saja, Allah masih menutupinya, Orang lain belum ada yang tahu dengan kemaksiatan kita. Tetapi walaupun Allah menagguhkan hukumannya, jangan sekali-kali kita merasa aman, dan menganggap Allah itu lalai,dari apa yang diperbuat oleh hambanya yang bermaksiat itu. Allah berfirman dalam surat  IBRAHIM : 42..
.
Dan janganlah sekali-kali Kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari pada waktu itu mata (mereka) terbelalak.

Walaupun Allah masih menagguhkan hukumannya, lantas kita tidak menyadarinya, malah kemaksiatan kita menjadi-jadi, nanti Allah akan membuka semuanya, yang tadinya orang lain tidak tahu menjadi tahu semuanya, sehingga matanya terbelalak,mangsudnya kaget. Lebih jelasnya dalam surat AL-AN’AM : 44...

Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membuka pintu-pintu kesenangan untuk mereka, sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.

Dalam ayat diatas sudah sangat jelas sekali, ketika diberi peringatan sekali tidak juga surut, dua kali malah nekat dan tidak juga bertaubat malah melupakan peringatan itu, maka Allah akan membiarkannya sampai-sampai Allah akan membukakan semua pintu-pintu kemaksiatan untuk mereka, misalnya dulu kalau berbuat maksiat hanya lewat satu pintu, sekarang dari berbagai pintu, sehingga apabila mereka sedang bergembira dengan kemaksiatannya, atau sedang menikmati hasil kemaksiatannya, maka Allah akan mendatangkan siksa-Nya dengan sekonyong-konyong, mangsudnya tidak disadari datangnya azab atau siksa itu secara mendadak, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa,tidak bisa berbuat apa-apa.

Kamis, 27 Desember 2012

semua umat Nabi Muhamad pasti masuk surga, kecuali yang tidak mau

setiap manusia pasti menginginkan  pada akhir hidupnya kelak ia akan masuk surga, karena surga adalah suatu tempat yang sangat indah, sampai-sampai Nabi menggambarkan keindahan surga itu belum pernah dilihat oleh mata, belum pernah didengar oleh telinga, dan tidak ada satu orangpun yang bisa membayangkannya ketika ia hidup, dan di dalam Alquranpun banyak sekali ayat-ayat yang menerangkan tentang keindahan surga, oleh karena itu tiap orang pasti menginginkan masuk surga, walaupun ada juga orang yang tidak mau memasukinya. mengapa saya tulis ada orang yang tidak mau masuk surga? Karena Rasulullah SAW bersabda dalam Hadits riwayat Bukhari juz 8, hal. 139 yang artinya...

Dari Abu Hurairah, Ia berkata ; Rasulullah SAW bersabda, “ sesungguhnya semua umatKu akan masuk surga, kecuali orang yang tidak mau”. Para sahabat bertanya, “ya Rasulullah, siapakah orang yang tidak mau itu?”. Beliau SAW bersabda, “ barang siapa yang menthaatiKu, ia pasti masuk surga, dan barangsiapa yang mendurhakaiKu, maka berarti ia tidak mau”.

Dalam hadits tersebut Nabi mengatakan bahwa semua umatnya nanti akan masuk surga, kecuali yang tidak mau, lalu para sahabat terheran-heran ko’ ada orang yang tidak mau masuk surga , itu siapa? kemudian mereka bertanya kepada Rasulullah. Yang tidak mau masuk surga itu siapa ya Rasulullah? Lalu Beliau menjawab, siapa saja yang taat padaKu, pasti ia masuk surga, dan siapa yang tidak taat padaKu berarti ia tidak mau masuk surga.

Setelah memahami Hadits diatas, sekarang posisi kita dimana, apakah selama ini kita sudah taat pada Rasulullah, dengan mengikuti sunnah-sunnah Beliau, yang dengan ketaatan kita itu akan membawa kesurga. Atau selama ini kita malah mendurhakai beliau, dalam arti apabila kita diajak untuk kembali kepada Allah dan Rasulullah, malah kita jawab, “tidak, cukuplah kami mengikuti bapak-bapak dan nenek moyang kami mengerjakannya “. Seperti dalam surat Al-Maidah : 104...

Apabila dikatakan kepada mereka, “marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul.” Mereka menjawab,”cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya,” dan apakah mereka akan mengikuti juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak(pula) mendapat petunjuk?

Kalau kita seperti ayat diatas,yang apabila diajak mengikuti apa yang diturunkan Allah, mangsudnya Alquran dan mengikuti Rasul, malah kita menolaknya dan malah mengikuti nenek moyangnya, padahal nenek moyangnya itu tidak tahu apa-apa dan tidak mendapat petunjuk dari Allah, maka menurud Hadits diawal tadi itu berarti kita tidak mau masuk surga, dan berarti juga kita akan masuk neraka. Maka jika memang kelak ingin masuk surga, tidak ada jalan lain kecuali taat pada Allah dan taat pada Rasulullah.


Rabu, 26 Desember 2012

Tentang Sahur dan Adab Berbuka Puasa


PENGERTIAN SAHUR

Sahur ialah makanan yang di makan pada waktu sahar. Sahar menurut bahasa ialah “Nama bagi akhir suku malam dan permulaan suku siang”. Lawannya adalah Ashil, akhir suku siang.

 Menurut Az-Zamakhsyari, dinamai waktu sahar karena ia adalah waktu berlalunya malam dan datangnya siang. Dengan demikian, jelaslah bahwa sahar bukanlah satu atau dua jam sebelum terbit fajar, namun yang dimaksud adalah nama waktu pergantian siang dan malam.

Jadi apabila kita makan pada jam 24:00 (jam 12 malam) atau sedikit setelah itu tidaklah dapat dinamakan “bersahur (mengerjakan makan sahur)”.

Adapun yang dinamakan makan sahur adalah sebagaimana yang dilakukan Rasulullah SAW pada riwayat di bawah ini :

Dari Anas dari Zaid bin Tsabit, ia berkata, “Kami pernah bersahur bersama Rasulullah SAW kemudian kami mengerjakan shalat (shubuh)”. Aku (Anas) bertanya kepada Zaid. “Berapa tempo antara keduanya?” Zaid menjawab, “sekadar membaca 50 ayat Al-Qur’an”. [HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim].

HIKMAH SAHUR

Diriwayatkan oleh Ahmad dari Abu Sa’id bahwa Nabi SAW bersabda :

Sahur itu suatu berkah. Maka janganlah kamu meninggalkannya, Walaupun hanya dengan meneguk seteguk air, karena sesungguhnya Allah dan Malaikat-Nya bershalawat atas orang yang bersahur. [HR. Ahmad]

Diriwayatkan oleh muslim dari ‘Amr bin ‘Ash bahwa Rasulullah SAW bersabda :

Yang membedakan antara puasa Kita dengan puasa Ahli kitab ialah makan sahur. [HR. Muslim].

KERAGUAN TENTANG WAKTU SAHUR

Bila seseorang ragu apakah telah habis waktu ataukah belum, maka ia diperbolehkan makan dan minum hingga nyata-nyata baginya bahwa waktu sahur telah habis dan masuk waktu shubuh. Firman Allah :

Dan makanlah, minumlah, sehingga nyata kepadamu benang putih dari pada benang hitam yaitu fajar. [QS. Al-Baqarah : 187]

Dari ayat diatas jelaslah bahwa Allah memperkenankan makan dan minum, sehingga nyata benar terbitnya fajar.

ADAB BERBUKA

Diriwayatkan oleh Ahmad, Bukhari, Muslim dan Abu Dawud dari sahl bin ‘Adi bahwa Rasulullah SAW bersabda :

“Senantiasa manusia dalam kebajikan selama mereka segera berbuka”

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda :

Berfirman Allah ‘Azza wa Jalla (artinya), “Yang paling Ku sayangi dari hamba-hamba-Ku, ialah yang paling segera berbuka”. [HR. Tirmidzi dari Abu Hurairah].

Diriwayatkan oleh  Ibnu Abdil bin Barr dari Anas bin Malik, katanya :

Tidak pernah aku melihat walau sekali Rasulullah SAW shalat maghrib lebih dahulu sebelum berbuka, walaupun hanya seteguk air. [HR. Ibnu Abdil Barr dari Anas bin Malik].

Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ahmad dan Tirmidzi dari Anas, sebagai berikut :

Adalah Rasulullah SAW berbuka dengan kurma basah sebelum shalat (Maghrib), jika tidak ada kurma basah, maka beliau berbuka dengan kurma kering, dan jika tidak ada kurma kering, beliau menyendok beberapa sendok air. [HR. Abu Dawud, Ahmad dan Tirmidzi]
Adalah Rasulullah SAW suka berbuka puasa dengan tiga biji korma atau sesuatu yang tidak dimasak dengan api. [HR. Abu Ya’la dari Anas]

Rasulullah SAW bersabda :

Apabila seseorang diantara kalian berbuka, maka hendaklah ia berbuka dengan korma. Jika ia tidak memperoleh korma. Hendaklah ia berbuka dengan air, karena air itu bersih dan membersihkan. [HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi dari Sulaiman bin ‘Amir]

KESIMPULAN :

Hadits-hadits diatas menerangkan kepada kita, bahwa apabila kita berbuka puasa maka disunatkan untuk :

 1. Menyegerakan berbuka.
 2. Sebelum shalat maghrib kita berbuka dahulu walaupun dengan seteguk air.
 3. Berbuka dengan tiga biji korma, bila tidak ada, dengan sesuatu makanan yang manis dan     tidak dimasak dengan api. Seperti : pisang, pepaya, nanas dan lain-lain.
 4. Bila tidak ada buah-buahan maka disunatkan kita untuk berbuka dengan air.
 5. Dan dikala berbuka dituntunkan untuk membaca do’a seperti berikut :

Dzahabadh-dhoma-u wabtallatil ‘uruuqu wa tsabatal ajru, insyaa-allooh (Haus telah hilang, urat-urat telah basah dan semoga pahala tetap didapatkan. Insya Allah. [HR. Abu Dawud juz 2, hal. 306, dari Ibnu Umar].


share : Brosur pengajian ahad pagi MTA

Sekitar Puasa Ramadhan (bagian dua)


YANG BOLEH TIDAK BERPUASA DAN HANYA MENGGANTI FIDYAH TANPA HARUS MENGGANTI PUASA DI HARI YANG LAIN

Yaitu : Orang-orang yang bila dipaksakan untuk berpuasa masih dapat, tetapi sungguh amat payah sekali dalam pelaksanaannya, Perhatikan firman Allah :

Dan terhadap orang-orang yang bisa berpuasa tetapi  dengan susah payah (boleh tidak berpuasa) Wajib membayar fidyah. [Al-Baqarah : 184]

Ayat tersebut umum, maka siapa saja yang walaupun mampu berpuasa tetapi dengan amat payah (rekoso) dalam menjalankannya, maka termasuk yang dimaksud oleh ayat diatas, misalnya :

 1. wanita yang sedang hamil yang bila berpuasa  dikhawatirkan akan menimbulkan gangguan pada dirinya dan/atau anak yang dikandungkan.

 2. Wanita yang sedang menyusui, baik anaknya sendiri maupun anak orang lain yang diserahkan kepadana untuk disusui, yang bila dipaksakan untuk berpuasa akan sangat berat bagi dirinya dan/atau bagi anak yang sedang disusuinya itu. Rasulullah SAW bersabda :

Bahwasannya Allah SWT telah membolehkan bagi musafir meninggalkan puasa dan mengqashar shalat, dan Allah telah membolehkan perempuan hamil dan yang sedang menyusui meninggalkan puasa. [HR. Ahmad dari Anas bin Malik AL-Ka’bi]

Dan riwayat dari Ibnu Addas RA. Tentang istrinya yang sedang hamil, katanya :

Engkau sekedudukan dengan orang yang amat payah untuk berpuasa. Maka wajib atasmu fidyah dan tidak ada qadla’ bagimu. [HR. Al-Bazzar dan dishahihkan oleh Ad-Daruquthni]

Serta riwayat dari ‘Umar ketika beliau ditanya oleh seorang wanita Quraisy yang sedang hamil tentang hal puasanya, maka jawab beliau :

Berbukalah kamu dan berilah makan tiap hari seorang miskin, dan jangan mengqadla’nya. [HR. Ibnu Hazm].

 3. Orang yang lanjut usia/orang tua yang apabila berpuasa akan sangat memayahkannya. Berdasar keumuman ayat (Surat Al-Baqarah ayat 184) dan riwayat dari Ibnu Abbas sebagai berikut :

Orang yang sangat tua, dibenarkan untuk berbuka dan wajib memberikan (fidyah) serta tidak ada qadla’ atasnya. [HR. Ad-Daruquthni dan Al-Hakim]

 4. Orang yang pekerjaannya sangat berat, yang bila tetap berpuasa walaupun ia kuat akan sangat berat dan memayahkannya. Misalnya : pengemudi becak, pekerja tambang, karyawan-karyawan pengangkat barang di stasiun, terminal, pelabuhan dan sebagainya.

 5. Orang yang sakit menahun yang (menurut ahli kesehatan) sulit diharapkan sembuhnya, atau walaupun sembuh tetapi memakan waktu yang lama sekali.

 6. Siapa saja yang karena kondisi badannya atau sebab-sebab lain akan amat berat sekali bila berpuasa, walaupun bila dipaksa akan kuat juga.

Untuk nomor 4, 5, dan 6, ini pun dasarnya adalah keumuman lafadh dari ayat 184 surat Al-Baqarah diatas. Semua yang tersebut diatas, boleh tidak berpuasa dan wajib membayar fidyah tanpa harus mengganti puasa dihari yang lain.

YANG WAJIB UNTUK TIDAK BERPUASA DAN WAJIB MENGGANTI DENGAN PUASA DI HARI YANG LAIN.

Yaitu khusus bagi wanita yang sedang haidl atau nifas. Berdasar riwayat :

Dari ‘Aisyah bahwa ia berkata, “Adalah Kami haidl dimasa Rasulullah SAW maka kami diperintahkan supaya mengqadla (mengganti) puasa dan kami tidak diperintahkan mengqadla shalat”. [HR. Al-Jama’ah dari Al-Mu’adzah].

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Abu Sa’id, bahwa Nabi SAW bersabda :

Bukankah apabila seorang wanita itu haidl, ia tidak shalat dan tidak berpuasa? Itulah dari kekurangan agamanya. [HR. Bukhari juz 2, hal. 239]

Bersambung...

Artikel selanjutnya bab SAHUR dan ADAB BERBUKA


Sumber : brosur pengajian ahad pagi MTA

Sekitar Puasa Ramadhan


Puasa Ramadhan

Ash-Shiyam atau Ash-Shoum munurut lughah/bahasa, artinya : “ menahan diri dari melakukan sesuatu”. Seperti firman Allah :

Sesungguhnya aku telah bernadzar akan berpuasa karena Tuhan yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seseorang manusiapun pada hari ini. [QS. Maryam : 26]

Menurut syara’, ialah :

Menahan diri dari makan, minum dan bersetubuh, mulai fajar hingga maghrib, karena mengharap ridla Allah dan menyiapkan diri untuk bertaqwa kepada-Nya dengan jalan mendekatkan diri kepada Allah dan mendidik kehendak. [Tafsir Al-Manaar juz 2, hal. 143]

Menahan diri dari makan, minum, jima’ dan lain-lain yang telah diperintahkan syara’ kepada kita menahan diri padanya, sepanjang hari menurut cara yang di syariatkan. Disertai juga menahan diri dari perkataan sia-sia, perkataan keji/kotor dan lainnya dari perkataan yang diharamkan dan dimakruhkan pada waktu yang telah ditentukan serta menurut syarat-syarat yang telah ditetapkan. [Subulus Salaam juz 2, hal. 150]

 HUKUM PUASA

Wajib ‘Ain, Artinya orang islam yang telah baligh (dewasa) dan sehat akalnya serta tidak ada sebab-sebab yang dibenarkan agama untuk tidak berpuasa, maka mereka itu wajib melakukannya, dan berdosa bagi yang meninggalkannya dengan sengaja. Firman Allah :

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. [QS. Al-Baqarah : 183]

Dan hadits-hadits Rasulullah SAW :

Islam didirikan atas lima sendi, yaitu 1, Mengaku bahwa  tidak ada tuhan selain Allah dan bahwasannya Muhammad pesuruh Allah, 2. Mendirikan Shalat, 3. Menunaikan Zakat, 4. Berpuasa Ramadhan dan 5. Berhajji. [HR. Bukhari dan Muslim]

Sesungguhnya seorang laki-laki bertanya kepada Nabi SAW, “ ya Rasulullah, saya mohon diterangkan tentang puasa yang diwajibkan Allah kepada saya”. Nabi SAW menjawab, “Puasa di bulan Ramadhan”. Orang itu bertanya pula, “adakah puasa lain yang diwajibkan atas diri saya ?”. Jawab Nabi SAW, “Tidak, kecuali bila engkau hendak menerjakan tathawwu’ (puasa sunnah). [HR. Muttafaq ‘Alaih dari Thalhah bin ‘Ubaidillah]

YANG WAJIB BERPUASA

Ketentuan-ketentuan orang yang berkewajiban menjalankan puasa di bulan Ramadhan : 

*   Orang islam, tidak diwajibkan selain orang islam.
b.    *  ‘Aqil baligh (dewasa), bukan anak-anak.
c.     *  Sehat.
d.    *  Kuat, yakni tidak memaksakan diri karena sangat berat dan payah bila berpuasa.
e.   *   Muqim (berada di daerah tempat tinggalnya/daerah iqomahnya), bukan sebagai musafir.
f.     * Khusus bagi wanita pada waktu suci, artinya tidak sedang haidl atau nifas.

YANG MEMBATALKAN PUASA

Sepanjang tuntunan Allah dan Rasul-Nya hal-hal yang membatalkan puasa adalah sebagai berikut :

Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 187,

Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamupun pakaian bagi mereka, Allah mengetahui bahwasannya kamu tidak bisa menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi keringanan kepadamu, maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam.... .[QS. AL-Baqarah : 187]

Dari ayat tersebut dapat diambil pengertian bahwa yang membatalkan puasa itu ialah :

a.      *Bersetubuh suami-istri dengan sengaja dan dilakukan saat puasa (dari mulai masuk shubuh hingga masuk waktu maghrib), padahal mereka termasuk orang yang berkewajiban puasa. Dan yang dimaksud dengan “bersetubuh” ialah masuknya kemaluan laki-laki/suami pada kemaluan wanita/istri. Jadi baik mengeluarkan mani atau tidak, hukumnya tetap sama. Karena tidak ada ayat-ayat lain maupun hadts-hadits yang membatasi bahwa yang dimaksud “bersetubuh” adalah yang mengeluarkan mani, maka ayat itu tetap berlaku sesuai dengan keumuman lafadhnya.
b.      *Makan dengan sengaja, baik makanan yang mengenyangkan atau tidak.
c.       *Minum, baik yang menghilngkan haus atau tidak, termasuk merokok.

Bersambung pada artikel selanjutnya dengan bab :

1 .yang boleh tidak berpuasa dan wajib mengganti dihari-hari yang lain.
2. Batas waktu menganti
3. yang boleh tidak berpuasa dan hanya mengganti fidyah tanpa harus mengganti di hari yang lain.
4. yang wajib untuk tidak berpuasa dan wajib mengganti dengan puasa di hari yang lain.

Share : brosur pengajian ahad pagi MTA