QS. Al-Hadid : 16

Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik. .

QS. Al-An'am : 153

dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.

QS. Al-Israa' : 9

Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.

Hadits Rasulullah SAW

Rasul Muhammad SAW bersabda, “Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara [pusaka]. Kalian tidak akan tersesat selama-lamanya selagi kalian berpegang teguh pada keduanya, yaitu Kitab Allah (Alquran) dan sunah Rasul.” (HR Malik, Muslim dan Ash-hab al-Sunan).

QS. Al-Israa' : 36

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.

Jumat, 28 Desember 2012

Rahmat Allah bagi orang yang berbuat maksiat

Rahmat Allah meliputi seluruh mahluk-Nya, dan salah satu Rahmat Allah atau kasing sayang Allah kepada manusia didunia ini adalah apabila manusia berbuat dosa, Allah tidak langsung menghukumnya, tetapi Allah masih menagguhkan hukumannya atau Allah memberikan waktu kepada kita, apakah dengan waktu itu, kita akan bertaubat dan kembali kepada Allah atau malah dengan waktu itu kemaksiatan kita malah menjadi-jadi, bahkan kadangkala jika berbuat maksiat sekali saja, Allah masih menutupinya, Orang lain belum ada yang tahu dengan kemaksiatan kita. Tetapi walaupun Allah menagguhkan hukumannya, jangan sekali-kali kita merasa aman, dan menganggap Allah itu lalai,dari apa yang diperbuat oleh hambanya yang bermaksiat itu. Allah berfirman dalam surat  IBRAHIM : 42..
.
Dan janganlah sekali-kali Kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari pada waktu itu mata (mereka) terbelalak.

Walaupun Allah masih menagguhkan hukumannya, lantas kita tidak menyadarinya, malah kemaksiatan kita menjadi-jadi, nanti Allah akan membuka semuanya, yang tadinya orang lain tidak tahu menjadi tahu semuanya, sehingga matanya terbelalak,mangsudnya kaget. Lebih jelasnya dalam surat AL-AN’AM : 44...

Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membuka pintu-pintu kesenangan untuk mereka, sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.

Dalam ayat diatas sudah sangat jelas sekali, ketika diberi peringatan sekali tidak juga surut, dua kali malah nekat dan tidak juga bertaubat malah melupakan peringatan itu, maka Allah akan membiarkannya sampai-sampai Allah akan membukakan semua pintu-pintu kemaksiatan untuk mereka, misalnya dulu kalau berbuat maksiat hanya lewat satu pintu, sekarang dari berbagai pintu, sehingga apabila mereka sedang bergembira dengan kemaksiatannya, atau sedang menikmati hasil kemaksiatannya, maka Allah akan mendatangkan siksa-Nya dengan sekonyong-konyong, mangsudnya tidak disadari datangnya azab atau siksa itu secara mendadak, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa,tidak bisa berbuat apa-apa.

Kamis, 27 Desember 2012

semua umat Nabi Muhamad pasti masuk surga, kecuali yang tidak mau

setiap manusia pasti menginginkan  pada akhir hidupnya kelak ia akan masuk surga, karena surga adalah suatu tempat yang sangat indah, sampai-sampai Nabi menggambarkan keindahan surga itu belum pernah dilihat oleh mata, belum pernah didengar oleh telinga, dan tidak ada satu orangpun yang bisa membayangkannya ketika ia hidup, dan di dalam Alquranpun banyak sekali ayat-ayat yang menerangkan tentang keindahan surga, oleh karena itu tiap orang pasti menginginkan masuk surga, walaupun ada juga orang yang tidak mau memasukinya. mengapa saya tulis ada orang yang tidak mau masuk surga? Karena Rasulullah SAW bersabda dalam Hadits riwayat Bukhari juz 8, hal. 139 yang artinya...

Dari Abu Hurairah, Ia berkata ; Rasulullah SAW bersabda, “ sesungguhnya semua umatKu akan masuk surga, kecuali orang yang tidak mau”. Para sahabat bertanya, “ya Rasulullah, siapakah orang yang tidak mau itu?”. Beliau SAW bersabda, “ barang siapa yang menthaatiKu, ia pasti masuk surga, dan barangsiapa yang mendurhakaiKu, maka berarti ia tidak mau”.

Dalam hadits tersebut Nabi mengatakan bahwa semua umatnya nanti akan masuk surga, kecuali yang tidak mau, lalu para sahabat terheran-heran ko’ ada orang yang tidak mau masuk surga , itu siapa? kemudian mereka bertanya kepada Rasulullah. Yang tidak mau masuk surga itu siapa ya Rasulullah? Lalu Beliau menjawab, siapa saja yang taat padaKu, pasti ia masuk surga, dan siapa yang tidak taat padaKu berarti ia tidak mau masuk surga.

Setelah memahami Hadits diatas, sekarang posisi kita dimana, apakah selama ini kita sudah taat pada Rasulullah, dengan mengikuti sunnah-sunnah Beliau, yang dengan ketaatan kita itu akan membawa kesurga. Atau selama ini kita malah mendurhakai beliau, dalam arti apabila kita diajak untuk kembali kepada Allah dan Rasulullah, malah kita jawab, “tidak, cukuplah kami mengikuti bapak-bapak dan nenek moyang kami mengerjakannya “. Seperti dalam surat Al-Maidah : 104...

Apabila dikatakan kepada mereka, “marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul.” Mereka menjawab,”cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya,” dan apakah mereka akan mengikuti juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak(pula) mendapat petunjuk?

Kalau kita seperti ayat diatas,yang apabila diajak mengikuti apa yang diturunkan Allah, mangsudnya Alquran dan mengikuti Rasul, malah kita menolaknya dan malah mengikuti nenek moyangnya, padahal nenek moyangnya itu tidak tahu apa-apa dan tidak mendapat petunjuk dari Allah, maka menurud Hadits diawal tadi itu berarti kita tidak mau masuk surga, dan berarti juga kita akan masuk neraka. Maka jika memang kelak ingin masuk surga, tidak ada jalan lain kecuali taat pada Allah dan taat pada Rasulullah.


Rabu, 26 Desember 2012

Tentang Sahur dan Adab Berbuka Puasa


PENGERTIAN SAHUR

Sahur ialah makanan yang di makan pada waktu sahar. Sahar menurut bahasa ialah “Nama bagi akhir suku malam dan permulaan suku siang”. Lawannya adalah Ashil, akhir suku siang.

 Menurut Az-Zamakhsyari, dinamai waktu sahar karena ia adalah waktu berlalunya malam dan datangnya siang. Dengan demikian, jelaslah bahwa sahar bukanlah satu atau dua jam sebelum terbit fajar, namun yang dimaksud adalah nama waktu pergantian siang dan malam.

Jadi apabila kita makan pada jam 24:00 (jam 12 malam) atau sedikit setelah itu tidaklah dapat dinamakan “bersahur (mengerjakan makan sahur)”.

Adapun yang dinamakan makan sahur adalah sebagaimana yang dilakukan Rasulullah SAW pada riwayat di bawah ini :

Dari Anas dari Zaid bin Tsabit, ia berkata, “Kami pernah bersahur bersama Rasulullah SAW kemudian kami mengerjakan shalat (shubuh)”. Aku (Anas) bertanya kepada Zaid. “Berapa tempo antara keduanya?” Zaid menjawab, “sekadar membaca 50 ayat Al-Qur’an”. [HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim].

HIKMAH SAHUR

Diriwayatkan oleh Ahmad dari Abu Sa’id bahwa Nabi SAW bersabda :

Sahur itu suatu berkah. Maka janganlah kamu meninggalkannya, Walaupun hanya dengan meneguk seteguk air, karena sesungguhnya Allah dan Malaikat-Nya bershalawat atas orang yang bersahur. [HR. Ahmad]

Diriwayatkan oleh muslim dari ‘Amr bin ‘Ash bahwa Rasulullah SAW bersabda :

Yang membedakan antara puasa Kita dengan puasa Ahli kitab ialah makan sahur. [HR. Muslim].

KERAGUAN TENTANG WAKTU SAHUR

Bila seseorang ragu apakah telah habis waktu ataukah belum, maka ia diperbolehkan makan dan minum hingga nyata-nyata baginya bahwa waktu sahur telah habis dan masuk waktu shubuh. Firman Allah :

Dan makanlah, minumlah, sehingga nyata kepadamu benang putih dari pada benang hitam yaitu fajar. [QS. Al-Baqarah : 187]

Dari ayat diatas jelaslah bahwa Allah memperkenankan makan dan minum, sehingga nyata benar terbitnya fajar.

ADAB BERBUKA

Diriwayatkan oleh Ahmad, Bukhari, Muslim dan Abu Dawud dari sahl bin ‘Adi bahwa Rasulullah SAW bersabda :

“Senantiasa manusia dalam kebajikan selama mereka segera berbuka”

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda :

Berfirman Allah ‘Azza wa Jalla (artinya), “Yang paling Ku sayangi dari hamba-hamba-Ku, ialah yang paling segera berbuka”. [HR. Tirmidzi dari Abu Hurairah].

Diriwayatkan oleh  Ibnu Abdil bin Barr dari Anas bin Malik, katanya :

Tidak pernah aku melihat walau sekali Rasulullah SAW shalat maghrib lebih dahulu sebelum berbuka, walaupun hanya seteguk air. [HR. Ibnu Abdil Barr dari Anas bin Malik].

Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ahmad dan Tirmidzi dari Anas, sebagai berikut :

Adalah Rasulullah SAW berbuka dengan kurma basah sebelum shalat (Maghrib), jika tidak ada kurma basah, maka beliau berbuka dengan kurma kering, dan jika tidak ada kurma kering, beliau menyendok beberapa sendok air. [HR. Abu Dawud, Ahmad dan Tirmidzi]
Adalah Rasulullah SAW suka berbuka puasa dengan tiga biji korma atau sesuatu yang tidak dimasak dengan api. [HR. Abu Ya’la dari Anas]

Rasulullah SAW bersabda :

Apabila seseorang diantara kalian berbuka, maka hendaklah ia berbuka dengan korma. Jika ia tidak memperoleh korma. Hendaklah ia berbuka dengan air, karena air itu bersih dan membersihkan. [HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi dari Sulaiman bin ‘Amir]

KESIMPULAN :

Hadits-hadits diatas menerangkan kepada kita, bahwa apabila kita berbuka puasa maka disunatkan untuk :

 1. Menyegerakan berbuka.
 2. Sebelum shalat maghrib kita berbuka dahulu walaupun dengan seteguk air.
 3. Berbuka dengan tiga biji korma, bila tidak ada, dengan sesuatu makanan yang manis dan     tidak dimasak dengan api. Seperti : pisang, pepaya, nanas dan lain-lain.
 4. Bila tidak ada buah-buahan maka disunatkan kita untuk berbuka dengan air.
 5. Dan dikala berbuka dituntunkan untuk membaca do’a seperti berikut :

Dzahabadh-dhoma-u wabtallatil ‘uruuqu wa tsabatal ajru, insyaa-allooh (Haus telah hilang, urat-urat telah basah dan semoga pahala tetap didapatkan. Insya Allah. [HR. Abu Dawud juz 2, hal. 306, dari Ibnu Umar].


share : Brosur pengajian ahad pagi MTA

Sekitar Puasa Ramadhan (bagian dua)


YANG BOLEH TIDAK BERPUASA DAN HANYA MENGGANTI FIDYAH TANPA HARUS MENGGANTI PUASA DI HARI YANG LAIN

Yaitu : Orang-orang yang bila dipaksakan untuk berpuasa masih dapat, tetapi sungguh amat payah sekali dalam pelaksanaannya, Perhatikan firman Allah :

Dan terhadap orang-orang yang bisa berpuasa tetapi  dengan susah payah (boleh tidak berpuasa) Wajib membayar fidyah. [Al-Baqarah : 184]

Ayat tersebut umum, maka siapa saja yang walaupun mampu berpuasa tetapi dengan amat payah (rekoso) dalam menjalankannya, maka termasuk yang dimaksud oleh ayat diatas, misalnya :

 1. wanita yang sedang hamil yang bila berpuasa  dikhawatirkan akan menimbulkan gangguan pada dirinya dan/atau anak yang dikandungkan.

 2. Wanita yang sedang menyusui, baik anaknya sendiri maupun anak orang lain yang diserahkan kepadana untuk disusui, yang bila dipaksakan untuk berpuasa akan sangat berat bagi dirinya dan/atau bagi anak yang sedang disusuinya itu. Rasulullah SAW bersabda :

Bahwasannya Allah SWT telah membolehkan bagi musafir meninggalkan puasa dan mengqashar shalat, dan Allah telah membolehkan perempuan hamil dan yang sedang menyusui meninggalkan puasa. [HR. Ahmad dari Anas bin Malik AL-Ka’bi]

Dan riwayat dari Ibnu Addas RA. Tentang istrinya yang sedang hamil, katanya :

Engkau sekedudukan dengan orang yang amat payah untuk berpuasa. Maka wajib atasmu fidyah dan tidak ada qadla’ bagimu. [HR. Al-Bazzar dan dishahihkan oleh Ad-Daruquthni]

Serta riwayat dari ‘Umar ketika beliau ditanya oleh seorang wanita Quraisy yang sedang hamil tentang hal puasanya, maka jawab beliau :

Berbukalah kamu dan berilah makan tiap hari seorang miskin, dan jangan mengqadla’nya. [HR. Ibnu Hazm].

 3. Orang yang lanjut usia/orang tua yang apabila berpuasa akan sangat memayahkannya. Berdasar keumuman ayat (Surat Al-Baqarah ayat 184) dan riwayat dari Ibnu Abbas sebagai berikut :

Orang yang sangat tua, dibenarkan untuk berbuka dan wajib memberikan (fidyah) serta tidak ada qadla’ atasnya. [HR. Ad-Daruquthni dan Al-Hakim]

 4. Orang yang pekerjaannya sangat berat, yang bila tetap berpuasa walaupun ia kuat akan sangat berat dan memayahkannya. Misalnya : pengemudi becak, pekerja tambang, karyawan-karyawan pengangkat barang di stasiun, terminal, pelabuhan dan sebagainya.

 5. Orang yang sakit menahun yang (menurut ahli kesehatan) sulit diharapkan sembuhnya, atau walaupun sembuh tetapi memakan waktu yang lama sekali.

 6. Siapa saja yang karena kondisi badannya atau sebab-sebab lain akan amat berat sekali bila berpuasa, walaupun bila dipaksa akan kuat juga.

Untuk nomor 4, 5, dan 6, ini pun dasarnya adalah keumuman lafadh dari ayat 184 surat Al-Baqarah diatas. Semua yang tersebut diatas, boleh tidak berpuasa dan wajib membayar fidyah tanpa harus mengganti puasa dihari yang lain.

YANG WAJIB UNTUK TIDAK BERPUASA DAN WAJIB MENGGANTI DENGAN PUASA DI HARI YANG LAIN.

Yaitu khusus bagi wanita yang sedang haidl atau nifas. Berdasar riwayat :

Dari ‘Aisyah bahwa ia berkata, “Adalah Kami haidl dimasa Rasulullah SAW maka kami diperintahkan supaya mengqadla (mengganti) puasa dan kami tidak diperintahkan mengqadla shalat”. [HR. Al-Jama’ah dari Al-Mu’adzah].

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Abu Sa’id, bahwa Nabi SAW bersabda :

Bukankah apabila seorang wanita itu haidl, ia tidak shalat dan tidak berpuasa? Itulah dari kekurangan agamanya. [HR. Bukhari juz 2, hal. 239]

Bersambung...

Artikel selanjutnya bab SAHUR dan ADAB BERBUKA


Sumber : brosur pengajian ahad pagi MTA

Sekitar Puasa Ramadhan


Puasa Ramadhan

Ash-Shiyam atau Ash-Shoum munurut lughah/bahasa, artinya : “ menahan diri dari melakukan sesuatu”. Seperti firman Allah :

Sesungguhnya aku telah bernadzar akan berpuasa karena Tuhan yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seseorang manusiapun pada hari ini. [QS. Maryam : 26]

Menurut syara’, ialah :

Menahan diri dari makan, minum dan bersetubuh, mulai fajar hingga maghrib, karena mengharap ridla Allah dan menyiapkan diri untuk bertaqwa kepada-Nya dengan jalan mendekatkan diri kepada Allah dan mendidik kehendak. [Tafsir Al-Manaar juz 2, hal. 143]

Menahan diri dari makan, minum, jima’ dan lain-lain yang telah diperintahkan syara’ kepada kita menahan diri padanya, sepanjang hari menurut cara yang di syariatkan. Disertai juga menahan diri dari perkataan sia-sia, perkataan keji/kotor dan lainnya dari perkataan yang diharamkan dan dimakruhkan pada waktu yang telah ditentukan serta menurut syarat-syarat yang telah ditetapkan. [Subulus Salaam juz 2, hal. 150]

 HUKUM PUASA

Wajib ‘Ain, Artinya orang islam yang telah baligh (dewasa) dan sehat akalnya serta tidak ada sebab-sebab yang dibenarkan agama untuk tidak berpuasa, maka mereka itu wajib melakukannya, dan berdosa bagi yang meninggalkannya dengan sengaja. Firman Allah :

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. [QS. Al-Baqarah : 183]

Dan hadits-hadits Rasulullah SAW :

Islam didirikan atas lima sendi, yaitu 1, Mengaku bahwa  tidak ada tuhan selain Allah dan bahwasannya Muhammad pesuruh Allah, 2. Mendirikan Shalat, 3. Menunaikan Zakat, 4. Berpuasa Ramadhan dan 5. Berhajji. [HR. Bukhari dan Muslim]

Sesungguhnya seorang laki-laki bertanya kepada Nabi SAW, “ ya Rasulullah, saya mohon diterangkan tentang puasa yang diwajibkan Allah kepada saya”. Nabi SAW menjawab, “Puasa di bulan Ramadhan”. Orang itu bertanya pula, “adakah puasa lain yang diwajibkan atas diri saya ?”. Jawab Nabi SAW, “Tidak, kecuali bila engkau hendak menerjakan tathawwu’ (puasa sunnah). [HR. Muttafaq ‘Alaih dari Thalhah bin ‘Ubaidillah]

YANG WAJIB BERPUASA

Ketentuan-ketentuan orang yang berkewajiban menjalankan puasa di bulan Ramadhan : 

*   Orang islam, tidak diwajibkan selain orang islam.
b.    *  ‘Aqil baligh (dewasa), bukan anak-anak.
c.     *  Sehat.
d.    *  Kuat, yakni tidak memaksakan diri karena sangat berat dan payah bila berpuasa.
e.   *   Muqim (berada di daerah tempat tinggalnya/daerah iqomahnya), bukan sebagai musafir.
f.     * Khusus bagi wanita pada waktu suci, artinya tidak sedang haidl atau nifas.

YANG MEMBATALKAN PUASA

Sepanjang tuntunan Allah dan Rasul-Nya hal-hal yang membatalkan puasa adalah sebagai berikut :

Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 187,

Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamupun pakaian bagi mereka, Allah mengetahui bahwasannya kamu tidak bisa menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi keringanan kepadamu, maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam.... .[QS. AL-Baqarah : 187]

Dari ayat tersebut dapat diambil pengertian bahwa yang membatalkan puasa itu ialah :

a.      *Bersetubuh suami-istri dengan sengaja dan dilakukan saat puasa (dari mulai masuk shubuh hingga masuk waktu maghrib), padahal mereka termasuk orang yang berkewajiban puasa. Dan yang dimaksud dengan “bersetubuh” ialah masuknya kemaluan laki-laki/suami pada kemaluan wanita/istri. Jadi baik mengeluarkan mani atau tidak, hukumnya tetap sama. Karena tidak ada ayat-ayat lain maupun hadts-hadits yang membatasi bahwa yang dimaksud “bersetubuh” adalah yang mengeluarkan mani, maka ayat itu tetap berlaku sesuai dengan keumuman lafadhnya.
b.      *Makan dengan sengaja, baik makanan yang mengenyangkan atau tidak.
c.       *Minum, baik yang menghilngkan haus atau tidak, termasuk merokok.

Bersambung pada artikel selanjutnya dengan bab :

1 .yang boleh tidak berpuasa dan wajib mengganti dihari-hari yang lain.
2. Batas waktu menganti
3. yang boleh tidak berpuasa dan hanya mengganti fidyah tanpa harus mengganti di hari yang lain.
4. yang wajib untuk tidak berpuasa dan wajib mengganti dengan puasa di hari yang lain.

Share : brosur pengajian ahad pagi MTA

Selasa, 25 Desember 2012

Hari-hari yang dilarang berpuasa (bagian pertama)



Di dalam aturan islam, selain kita diperintahkan untuk berpuasa wajib atau sunnah pada hari yang telah ditentukan, ada hari-hari yang dilarang untuk berpuasa. Artinya, pada hari-hari itu kita dilarang untuk berpuasa. Entah itu berpuasa karena mengganti puasa pada bulan Ramadhan yang ditinggalkannya, atau berpuasa karena Nadzar, atau karena yang lainnya, maka kita dilarang menggantinya pada hari-hari itu. 
Hari-hari yang dilarang itu diantaranya adalah : 

1.        Dua hari raya : yaitu hari raya ‘Iedul Fitri dan ‘Iedul Adlha.
2.        Hari Tasyriq, yaitu : Hari yang ke-11, 12 dan 13 dari bulan Hajji (Dzulhijjah)
3.        Hanya berpuasa di hari jum’at saja
4.        Larangan menyambut Ramadlan dengan berpuasa
5.        Puasa terus-menerus
6.        Puasa Wishal.

Untuk lebih jelasnya hari-hari yang dilarang untuk berpuasa dan beserta dalil-dalinya adalah sebagai berikut :

1.Dua hari raya : yaitu hari raya ‘Iedul Fitri dan ‘Iedul Adlha.

Pada dua hari raya ini kita dilarang untuk berpuasa, jika mungkin kita dibulan Ramadlan pernah batal puasanya, atau pernah bernadzar ingin melakukan berpuasa, maka jangan menggantinya di dua hari raya ini. sebagaimana Sabda Nabi Muhammad SAW berikut :

Telah berkata Abu Sa’id, “Rasulullah SAW telah melarang (orang) berpuasa pada hari raya ‘Iedul Fitri dan hari raya Qurban (‘Iedul Adlha)”. [HR. Bukhari)

Dari ‘Umar bin Khaththab, ia berkata, “Saya mendengan Rasulullah SAW melarang dari puasa pada dua hari raya. Adapun ‘Iedul Fitri maka itu adalah hari berbuka kalian dari puasa (Ramadlan) dan hari raya bagi orang-orang islam. Dan adapun ‘Iedul Adlha, maka makanlah daging ibadah qurban kalian”. [HR. Tirmidzi juz 2, hal. 153, no. 769]

2. Hari Tasyriq, yaitu : Hari yang ke-11, 12 dan 13 dari bulan Hajji (Dzulhijjah)

Dalam sebuah riwayat hari Tasyriq, yaitu hari yang ke-11, 12 dan 13 dibulan Dzulhijjah adalah hari makan dan minum, berarti dapat kita pahami bahwa pada hari-hari itu kita dilarang untuk berpuasa. Dalilnya adalah sebagai berikut :

Dari ‘Uqbah bin ‘Amir, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “hari ‘Arafah (di ‘Arafah); hari Nahr (menyembelih), dan hari tasyriq adalah hari raya kita orang-orang islam. Dan hari itu adalah hari makan-minum”. [HR. Tirmidzi juz 2, hal. 135, no.770]

Dari Nubaisyah Al-Hudzaliy, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “ Hari-hari Tasyriq adalah hari makan minum dan menyebut (mengingat) Allah”. [HR. Muslim juz 2, hal. 800]

3.Hanya berpuasa di hari jum’at saja

Yang dimaksut disini adalah mengkhususkan hari jum’at itu untuk berpuasa. Pada dasarnya berpuasa pada hari jum’at itu boleh saja, tetapi kalau sudah mengkhususkan untuk berpuasa pada hari jum’at saja, maka itu ada larangannya. Sebagaimana Sabda Rasulullah SAW berikut :

Dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW beliau bersabda, “janganlah kamu khususkan malam jum’at dari malam yang lain untuk shalat dan janganlah kamu khususkan hari jum’at dari yang lain untuk berpuasa, kecuali seseorang diantara kamu biasa berpuasa padanya”. [HR. Muslim juz 2, hal. 801]
Dari Abu Hurairah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah SAW, “janganlah dari kamu puasa di hari jum’at, kecuali jika ia puasa sebelumnya atau sesudahnya”. [HR. Bukhari dan Muslim, lafadh itu bagi Muslim juz 2, hal. 801]

Bersambung.....

Cara Taubat Yang Benar

Allah SWT telah memberikan petunjuknya kepada kita, tentang bagaimana cara bertaubat yang benar, sehingga taubatnya itu diterima oleh Allah. Tapi sebelumnya perlu kita ketahui, taubat yang bagaimanakah yang diterima Allah? Allah berfirman dalam surat An-Nisa’ : 17..

Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Dari ayat tersebut, Allah mengatakan bahwa taubat yang diterima disisi-Nya ialah taubat bagi orang yang melakukan kemaksiatan karena kejahilan/karena ketidaktahuaannya dan taubatnya itu dilakukan dengan segera, maksudnya setelah ia mengetahui kalau itu perbuatan dosa, ia langsung berhenti melakukan dosa itu dengan tidak menunda-nundanya, kemudian bertaubat dan mohon ampun kepada Allah. Taubat yang seperti itulah yang diterima Allah.

Langkah-langkah apa yang harus dilakukan bagi orang yang ingin bertaubat? Langkah-langkahnya adalah sebagaimana firman Allah dalam surat Az-Zumar ayat 53-58 dibawah ini

53. Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

54. Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).

55. Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sebelum datang azab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyadarinya,

56. supaya jangan ada orang yang mengatakan: "Amat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah, sedang aku sesungguhnya termasuk orang-orang yang memperolok-olokkan (agama Allah ), 

57. atau supaya jangan ada yang berkata: 'Kalau sekiranya Allah memberi petunjuk kepadaku tentulah aku termasuk orang-orang yang bertakwa'.

58. Atau supaya jangan ada yang berkata ketika ia melihat azab 'Kalau sekiranya aku dapat kemnbali (ke dunia), niscaya aku akan termasuk orang-orang berbuat baik'.

Dari petunjuk ayat tersebut, langkah-langkah yang harus kita lakukan apabila ingin bertaubat ialah :

1.jangan berputus asa dari Rahmat Allah, karena Allah itu Maha Pengampun

2.Orang yang bermaksiat sudah pasti orang itu sedang jauh dari Allah, maka dari itu Allah memerintahkan supaya kembali kepada-Nya dengan berserah diri, tunduk patuh terhadap Allah

3.Cara tunduk patuh terhadap Allah ialah dengan mengikuti sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadanya, maksudnya mengikuti Al-Quran, sekalipun dengan mengikuti al-quran itu bertentangan dengan kebiasaan-kebiasaan yang ia sukai

4. Allah memberikan petunjuknya ini supaya jangan ada penyesalan diakherat kelak, karena Allah itu Maha kasih sayang pada hamba-hambanya, kalau ingin menyesal ya didunia ini mumpung masih hidup dengan cara segera bertaubat kepada Allah dari kemaksiatan itu, dengan mengikuti petunjuk-petunjuknya di dalam Al-Quran. Dan ditambah lagi berbuat kebaikan yang banyak, karena kebaikan itu bisa menutup keburukan yang pernah dilakukan..


Bahagialah orang yang Ghurobaa ( orang asing)



Nabi telah mengisaratkan kepada kita bahwa Pada suatu saat nanti akan datang suatu zaman apabila seseorang mengamalkan islam dengan benar akan tampak asing dikalangan masyarakat, akan tampak tidak umum dengan masyarakat, akan tampak perbedaannya dengan kebiasaan masyarakat di tempat itu, maka Kata Nabi bahagialah orang yang seperti itu, yaitu orang yang mengamalkan islam dengan benar.

“Sesungguhnya bermula datangnya Islam dianggap ghurabaa(dagang/asing) dan akan datang kembali ghurabaa(dagang/asing) maka berbahagialah orang-orang asing itu. Para sahabat bertanya kepada Rasulullah Saw, “Ya Rasulullah, apa yang dimaksud orang asing itu?” Lalu Rasulullah menjawab, “Orang yang melakukan kebaikan-kebaikan di saat orang-orang melakukan kerosakan.” (HR. Muslim)

Entah kapan zaman itu datang, akan tetapi saat sekarang pun orang yang mengamalkan islam dengan benar sudah tampak perbedaannya di tengah-tengah masyarakat umum, sebagai satu contoh saja, kita sudah tahu bahwa pacaran di dalam islam itu tidak ada, tetapi dikalangan masyarakat, khususnya dikalangan pemuda, walaupun ada juga yang sudah tua pun juga pacaran, itu sudah menjadi hal yang biasa dilakukan dengan dalih, untuk penjajakan sebelum nikah, dan juga kebiasaan pemuda kesana-kemari memboncengkan  lawan jenis yang bukan mahrom dsb...kalau kita mengamalkan islam ditengah-tengah masyarakat yang seperti itu, maka akan tampak jelaslah perbedaannya, kita pun akan tampak asing, seperti orang yang aneh, wong kebanyakan orang melakukan pacaran, kok yang ini tidak. Kebanyakan orang memboncengkan lawan jenis yang bukan mahrom, kok ini tidak mau, pasti akan tampak jelas perbedaannya. 

Perbedaan-perbedaan yang seperti itu janganlah membuat kita malu untuk mengamalkan islam ini, walaupun kadangkala berbagai celaan dilontarkan kepada kita, entah itu yang dianggap sebagai orang yang tidak bermasyarakat atau dianggap juga orang yang sok suci dsb...celaan-celaan yang seperti itu pasti akan kita terima, maka dari itu janganlah kita malu ataupun takut, yang haq/ yang benar harus kita munculkan. Allah berfirman :

...."Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?...[Az-Zumar : 9]

. Allah bertanya kepada kita apakah sama orang yang mengerti dengan orang yang tidak mengerti? Kalau kita jawab jujur tentu kita akan jawab jelas beda, walaupun kadangkala dalam prakteknya kita berperilaku sama antara orang yang mengerti dengan orang yang tidak mengerti, maksudnya apa? Apabila dahulu kita tidak mengerti kalau pacaran itu dosa, dan setelah kita mengerti kalau pacaran itu berdosa harusnya kita tinggalkan perbuatan pacaran itu..masyarakat umum, khususnya pemuda yang masih berpacaran, mungkin saja mereka tidak/belum mengerti kalau pacaran itu berdosa, sedangkan kita yang sudah ngaji dan sudah mengerti kalau pacaran itu berdosa, masihkah mau berperilaku seperti layaknya orang yang tidak mengerti, tentu tidak kan?

Maka dari itu, Bahagialah orang-orang yang asing...orang-orang yang tetap mengikuti sunnah, disaat sunnah itu sudah banyak yang melupakannya...walaupun nantinya akan tampak beda dengan umumnya, tetapi kamulah yang benar di sisi Allah.

IMAN dan UJIAN Sesuatu yang tak bisa dipisahkan

Di dalam bahtera kehidupan ini, kadang kala sering kita jumpai permasalahan-permasalahan, dan permasalahan-permasalahan itu kadang bisa membuat kita stres, dan sangat menjenuhkan. Tak sedikit orang yang menghadapi masalah ini dengan cara yang salah, yaitu datang kepada dukun, paranormal dan sejenisnya untuk sekedar menanyakan solusi dari permasalahan itu, padahal dalam islam haram hukumnya datang dan membenarkan apa yang di katakan dukun itu, karena di dalam hadits disebutkan bahwa “barangsiapa datang kepada dukun, paranormal dan sejenisnya dan membenarkan apa yang diucapkannya, maka 40 hari shalatnya gugur”. Dan tidak sedikit pula orang yang mengakhiri permasalahannya dengan cara bunuh diri. Bagaimana islam memandang permasalahan-permasalahan itu?

Di dalam islam pemasalahan adalah suatu ujian, ujian yang mesti tiap orang yang mengaku beriman kepada Allah pasti akan merasakannya, karena dengan ujian kita akan tahu apakah kita bener-bener orang yang beriman ataukah tidak. Kalau iman kita benar untuk menghadapi ujian itu kita harus tetap sabar dan tetap pada jalan Allah, tetapi kalau iman yang salah ia akan menempuh jalan seperti diatas tadi, yaitu dengan datang pada dukun yang berarti berbuat musyrik dan juga dengan jalan bunuh diri. Iman dan Ujian tidak bisa dipisahkan karna Allah berfirman dalam surat Al-‘Ankabuut ayat 2-3, yang artinya :

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?(2)

Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.(3).

Sebagai seorang Muslim yang taat, kita harus yakin apapun permasalahan/ujian yang kita hadapi saat ini, pasti kita akan sanggup mengatasi permasalahan itu, karena Allah juga berfirman :
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya,...{QS.Al-Baqarah : 286}

Maksut ayat ini adalah, Allah tidak akan memberikan suatu ujian kepada hamba-Nya, melainkan dari kemampuan hamba itu sendiri. Jadi apabila Allah memberikan suatu ujian kepada kita, yakinlah bahwa kamu akan sanggup mengatasi ujian itu. Seorang bijak mengatakan “jangan katakan pada allah, Aku punya masalah. Tetapi katakanlah pada masalah, Aku punya Allah yang Maha Segalanya”.

Yang perlu diperhatikan adalah, jangan mengangkat sesuatu diluar dari kemampuan kita, kalau memang benar benar tidak mampu untuk mengangkatnya, jangan coba-coba diangkat, pasti kamu tidak akan bisa mengangkatnya. Satu contoh saja yang mudah, kita itu hanya bisa mengangkat beban seberat 20kg saja, maka jangan coba-coba mengangkat yang lebih dari 20kg tadi, pasti kamu tidak bisa mengangkatnya!

Dan hendaknya kita selalu beprasangka baik terhadap Allah atas permasalahan-permasalahan kita yang tak kunjung selesai. Bukan berarti Allah memberikan suatu permasalahan/ujian diluar dari kemampuan kita, tetapi mungkin saja permasalahan yang tak kunjung selesai itu, disebabkan karena kesalahan kita sendiri, yang mengangkat sesuatu yang sebenarnya kita sendiri tidak bisa mengangkatnya.



Senin, 24 Desember 2012

Hari-hari yang dilarang berpuasa (bagian dua)



Masih dalam kelanjutan dari artikel sebelumnya, yakni tentang hari-hari yang dilarang berpuasa, kalau artikel sebelumnya sudah kita bahas, yang termasuk hari larangan untuk berpuasa adalah : 

1.       Dua hari raya : yaitu hari raya ‘Iedul Fitri dan ‘Iedul Adlha.
2.       Hari Tasyriq, yaitu : Hari yang ke-11, 12 dan 13 dari bulan Hajji (Dzulhijjah)
3.       Hanya berpuasa di hari jum’at saja
Maka untuk yang selanjutnya adalah sebagai berikut :

4. Larangan menyambut Ramadlan dengan puasa

Artinya kita dilarang untuk mendahului puasa Ramadlan itu dengan menyengaja berpuasa, misalnya kita menyengaja berpuasa yang tujuannnya itu untuk menyambut bulan Ramadlan, kecuali jika kita sudah biasa melakukan puasa sunnah yang kebetulan puasanya itu tepat pada satu hari sebelum memasuki bulan Ramadlan, Maka itu boleh dilakukan karena bukanlah menyengaja berpuasa untuk menyambut bulan Ramadlan. Dalilnya adalah sebagai berikut :

Dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian mendahului Ramadlan dengan berpuasa satu atau dua hari sebelumnya, kecuali bagi orang yang biasa berpuasa, ia boleh berpuasa”. [HR. Bukhari dan Muslim]

Dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Janganlah kalian mendahului (menyambut) bulan Ramadlan dengan berpuasa, kecuali apabila salah seorang diantara kalian melakukan puasa yang biasa ia lakukan”. [HR. Tirmidzi juz 2, hal. 121, no. 735]

5. Puasa terus-menerus

Puasa terus-menerus artinya sepanjang hidupnya itu ia gunakan untuk berpuasa terus, maka hal yang demikian itu dilarang oleh agama, begitu juga dengan sebaliknya jika sepanjang hidupnya itu ia tidak pernah berpuasa, tanpa sebab yang dibenarkan oleh agama, itu juga menyalahi aturan agama. Sebagaimana riwayat berikut :

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “tidak (dinamakan) berpuasa, orang yang puasa selama-lamanya (ucapan Nabi tersebut diulang) dua kali”. [HR. Ahmad, bukhari dan Muslim]

Dari abu Qatadah, ia berkata : Ada seseorang yang bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimanakah orang yang berpuasa terus-menerus?”. Beliau SAW bersabda, “Tidak ada puasa terus-menerus dan tidak ada berbuka terus-menerus, atau tidak boleh berpuasa terus-menerus dan tidak boleh berbuka terus-menerus”. [HR. Tirmidzi juz 2, hal. 133]

6. Puasa Wishal

Puasa Wishal adalah puasa nyambung atau istilah jawanya disebut puasa ngebleng, maksutnya puasa ini menyambung dengan hari berikutnya tanpa berbuka puasa. Rasulullah pernah melakukan puasa ini, tetapi ketika sahabat ingin mengikuti puasa Wishal ini dilarang oleh Rasulullah. Maka dapat dipahami bahwa puasa Wishal ini khusus untuk Nabi Muhammad tetapi tidak untuk diikuti oleh umatnya. Rasulullah SAW bersabda :

Dari Ibnu Umar RA, bahwasannya Nabi SAW melarang (berpuasa) Wishal. Mereka (para sahabat) berkata, “Sesungguhnya Engkau berpuasa Wishal?”. Beliau bersabda, “sesungguhnya aku tidak sebagaimana keadaan kalian. Sesungguhnya aku diberi makan dan minum (oleh Allah)”. [HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ahmad dan Malik].

Dari Abu Hurairah RA, ia berkata : Rasulullah SAW melarang dari berpuasa Wishal. Lalu ada seorang laki-laki dari kaum muslimin berkata, “Sesungguhnya Engkau berpuasa Wishal, Ya Rasulullah?”. Rasulullah SAW bersabda, “ Siapa yang diantara kalian yang seperti Aku? Sesungguhnya Aku bermalam sedang Tuhanku memberi makan dan minum kepadaku”. Setelah para sahabat enggan meninggalkan puasa Wishal, lalu Rasulullah berpuasa Wishal bersama para sahabat satu hari, lalu satu hari lagi. Kemudian mereka melihat hilal. Maka Rasulullah SAW bersabda, “Seandainya hilal itu belum muncul, tentu aku akan menambah lagi pada kalian”. Seolah-olah Beliau ingin memberikan pelajaran (agar jera) kepada para sahabat ketika mereka enggan meninggalkan puasa Wishal. [HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Malik dan Darimiy]

Demikianlah penjelasan beserta dalil-dalilnya yang berkaitan tentang hari-hari yang dilarang untuk berpuasa. Semoga bermanfaat dan menjadi ilmu untuk kita semua.

~o(*****)o~