Apa yang dimaksut dengan Nikah Mut’ah? Nikah Mut’ah, adalah nikah untuk sementara waktu, atau yang biasa disebut dengan nikah kontrak, misalnya : tiga hari, seminggu, sebulan, dsb, dengan imbalan tertentu. Pada awalnya Nikah Mut’ah (kontrak) ini dibolehkan oleh Rasulullah, karena pada saat peperangan para sahabat ada yang tidak kuat menahan sahwatnya, dan wanita (istri) juga tidak ada, maka Rasulullah memberikan keringanan untuk para sahabatnya melakukan Nikah Mut’ah dengan cara mengawini seorang wanita dengan memberi imbalan untuk batas waktu tertentu. Kemudian setelah turun ayat yang mengharamkannya, maka Nikah Mut’ah ini diharamkan untuk selama-lamanya sampai hari kiamat. Dalam sebuah riwayat disebutkan :
Dari Qois, ia berkata
: saya mendengar ‘Abdullah (bin Mas’ud) berkata : Kami pernah berperang bersama
Rasulullah SAW dan tidak ada wanita yang beserta kami. Kemudian kami bertanya,
“Apakah tidak (sebaiknya) kami bekebiri saja ?”. maka Rasulullah SAW melarang
kami dari yang demikian itu. kemudian Beliau memberi keringanan kepada kami
dengan cara mengawini wanita dengan (imbalan) pakaian untuk batas waktu
tertentu”. Kemudian ‘Abdullah bin Mas’ud membaca ayat (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu,
dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang melampaui batas”.(QS. Al-Maidah : 87). [HR. Muslim juz 2 hal. 1022]
Didalam syarah Muslim, Imam
Nawawi berkata : (pendapat) yang benar dan terpilih adalah pembolehan Nikah
Mut’ah dan pengharamannya itu terjadi dua kali. Dahulu, yakni sebelum perang
khaibar, dihalakan.
Kemudian pada waktu perang Khaibar diharamkan. Riwayat yang
mengatakan haramnya Nikah Mut’ah diperang Khaibar adalah sebagai berikut :
Dari ‘Ali, bahwasannya
ia mendengar Ibnu ‘Abbas membolehkan Nikah Mut’ah, maka ‘Ali berkata, “Sebentar
Wahai Ibnu ‘Abbas, sesungguhnya Rasulullah SAW melarang Nikah Mut’ah pada
perang Khaibar dan (melarang makan) daging himar jinak”. [HR. Muslim juz 2,
hal. 1028]
Dari ‘Ali bahwasannya
Nabi SAW melarang Nikah Mut’ah pada waktu perang Khaibar dan melarang memakan
daging himar jinak. [HR. Muslim juz 2, hal. 1027]
Dari Hasan dan
“Abdullah keduanya dari putra Muhammad bin ‘Ali bin Abu Thalib, dari ayah
keduanya, bahwasannya ia mendengar ‘Ali bin Abu Thalib berkata kepada Ibnu
‘Abbas, “Rasulullah SAW melarang Nikah Mut’ah pada perang Khaibar dan melarang
memakan daging himar jinak”. [HR. Muslim juz 2, hal. 1028]
Dan kemudian Nikah Mut’ah ini
dibolehkan lagi pada waktu Fathu Makkah, yaitu pada perang Authas (karena Fathu
Makkah dengan perang Authas ini berurutan). Kemudian setelah tiga hari, lalu
Nikah Mut’ah ini diharamkan untuk selamanya hingga hari qiyamat. Walloohu
a’lam.
dalilnya adalah sebagai berikut :
dalilnya adalah sebagai berikut :
bersambung ke..... “ Haramnya Nikah Mut’ah #2 ”
0 komentar:
Posting Komentar