Senin, 17 Desember 2012

Pelajaran Hidup Dari Naufal

Ini hanya sebuah petikan hikmah yang tertangkap disuatu sore terakhir puasa 2012. Saat seorang anak kecil milik tetangga yang berumur sekitar 2 tahun, kuajak untuk jalan sore naik motor sekedar cari takjil untuk berbuka. Saat yang hendak dibeli sudah selesai, es krim yang dijanjikan buat dia sudah ditangannya. Aku menawarinya lagi untuk mengambil jajanan yang ia inginkan.
“Naufal mau apa lagi,?”
Dia menggeleng. Aneh ini anak, fikirku. Kuambilkan sebauh wafer dan jelly.
“Naufal mau ini, mas beliin yah ...” tanyaku lagi.
Dia kembali menggeleng. Weleh .. kepriwe iki. Aku heran. Soalnya aku jarang melihat anak kecil yang tidak mau waktu ditawari sebuah makanan. Aku tak ingin penasaranku tersimpan lama.
“Kok naufal tidak mau, kenapa?”
Dia tersenyum. Menatap mataku dengan mata beningnya. Dengan suara lirih dia menjawab.
“Kata mamak Naufal, kalo jajan tidak boleh banyak-banyak”. Dan ia kembali tersenyum, masih dengan sepotong es krim ditangannya.
Subhanallah, Allahu akbar.
Sekarang ini, betapa kita dapati banyak saudara kita, atau mungkin kita sendiri yang selalu tidak puas dengan apa yang sudah ada digenggaman kita saat ini. Seringnya, rasa syukur yang membaluti banyak nikmat dari Allah, terlupakan. Dan masih memburu sesuatu yang tak ada digenggaman.
Menuruti nafsu ingin selalu terpuaskan, takkan pernah berhenti. Finisnya hanya liang kubur.  Sore itu, aku belajar dari Naufal.
Dunia, dengan semua perhiasannya. Baik berupa harta, tahta, kuasa, dan yang lain sebagainya. Itu semua hanya sarana untuk mengumpulkan bekal perjalanan pulang ke kampung akherat. Sarana yang bisa digunakan untuk mencapai derajad takwa. Bekal terbaik untuk kelak menghadap Allah saat pertanggungjawaban itu tiba.
Mengambil dunia secukupnya, tapi berusaha mengumpulkan bekal takwa yang sebaik-baiknya. Agar kelak saat pulang ke kampung akherat, kita tak salah membawa bekal. Karena sekali lagi, bukan materi, kuasa, cinta anak istri, atau yang lainnya yang akan menjadi bekal kita menghadap Allah. Melainkan hanya takwa dan amal sholih kita.
Sahabat ... mari berlompa mengumpulkan bekal terbaik kita, bukan mari berlomba mengumpulkan banyaknya “dunia” kita. Ambil secukupnya dari dunia, tapi berusaha mendapat yang terbaik dari yang “cukup” itu.
Selamat melepas ramadhan, semoga kita selalu bisa mengambil pelajaran darinya. (maswe nunut curhat di blog e  alberjowi)

0 komentar:

Posting Komentar