Ini
hanya sebuah petikan hikmah yang tertangkap disuatu sore terakhir puasa
2012. Saat seorang anak kecil milik tetangga yang berumur sekitar 2
tahun, kuajak untuk jalan sore naik motor sekedar cari takjil untuk
berbuka. Saat yang hendak dibeli sudah selesai, es krim yang dijanjikan
buat dia sudah ditangannya. Aku menawarinya lagi untuk mengambil jajanan
yang ia inginkan.
“Naufal mau apa lagi,?”
Dia menggeleng. Aneh ini anak, fikirku. Kuambilkan sebauh wafer dan jelly.
“Naufal mau ini, mas beliin yah ...” tanyaku lagi.
Dia
kembali menggeleng. Weleh .. kepriwe iki. Aku heran. Soalnya aku jarang
melihat anak kecil yang tidak mau waktu ditawari sebuah makanan. Aku
tak ingin penasaranku tersimpan lama.
“Kok naufal tidak mau, kenapa?”
Dia tersenyum. Menatap mataku dengan mata beningnya. Dengan suara lirih dia menjawab.
“Kata mamak Naufal, kalo jajan tidak boleh banyak-banyak”. Dan ia kembali tersenyum, masih dengan sepotong es krim ditangannya.
Subhanallah, Allahu akbar.
Sekarang
ini, betapa kita dapati banyak saudara kita, atau mungkin kita sendiri
yang selalu tidak puas dengan apa yang sudah ada digenggaman kita saat
ini. Seringnya, rasa syukur yang membaluti banyak nikmat dari Allah,
terlupakan. Dan masih memburu sesuatu yang tak ada digenggaman.
Menuruti nafsu ingin selalu terpuaskan, takkan pernah berhenti. Finisnya hanya liang kubur. Sore itu, aku belajar dari Naufal.
Dunia,
dengan semua perhiasannya. Baik berupa harta, tahta, kuasa, dan yang
lain sebagainya. Itu semua hanya sarana untuk mengumpulkan bekal
perjalanan pulang ke kampung akherat. Sarana yang bisa digunakan untuk
mencapai derajad takwa. Bekal terbaik untuk kelak menghadap Allah saat
pertanggungjawaban itu tiba.
Mengambil
dunia secukupnya, tapi berusaha mengumpulkan bekal takwa yang
sebaik-baiknya. Agar kelak saat pulang ke kampung akherat, kita tak
salah membawa bekal. Karena sekali lagi, bukan materi, kuasa, cinta anak
istri, atau yang lainnya yang akan menjadi bekal kita menghadap Allah.
Melainkan hanya takwa dan amal sholih kita.
Sahabat
... mari berlompa mengumpulkan bekal terbaik kita, bukan mari berlomba
mengumpulkan banyaknya “dunia” kita. Ambil secukupnya dari dunia, tapi
berusaha mendapat yang terbaik dari yang “cukup” itu.
Selamat melepas ramadhan, semoga kita selalu bisa mengambil pelajaran darinya. (maswe nunut curhat di blog e alberjowi)
0 komentar:
Posting Komentar