Senin, 17 Desember 2012

Pohon Berduri



Seorang pemuda menanam pohon berduri di depan rumahnya. Walikota menyuruh si pemuda untuk memotong pohon tersebut dengan kapak milik sang pemuda karena kekhawatiran akan bahaya yang tidak hanya mengancam keselamatan si-pemuda tapi juga para pejalan yang kerap lewat di depan rumahnya. Belum lagi bahaya-bahaya lain yang sangat mungkin ditimbulkan dari pohon berduri itu. Namun sialnya pemuda kita ini menggangap enteng dan terus menerus mengundur-undur waktu untuk menebangnya.

Roda waktu berputar tanpa henti. Bulan berganti tahun, pohon berduri itu telah tumbuh membesar, akarnya menghujam jauh kebumi, dahan dan rantingnya kini sudah menjulur kesana kemari. Sementara pemuda ini telah berubah menjadi seorang kakek ringkih. Ketika mengetahui pohon berduri itu telah benar-benar melukai dan menyengsarakan dirinya dan banyak orang, kakek ringkih ini segera mengambil kapak berniat untuk menebang pohon berduri tanamannya. Namun betapa sayangnya ayunan kapak si kakek sudah tidak mampu lagi menggores kokohnya pohon. Usia uzur si kakek telah merenggut kekuatannya untuk menumbangkan pohon berduri tersebut, hasil tanamannya sendiri.

Maulana Rumi, penyair sufi Afghanistan itu menuturkan cerita ini dalam Masnawi-nya. Rumi mengingatkan kepada kita bahwa penundaan untuk menghentikan tindakan buruk hanya semakin mengokohkan keburukan itu sendiri dan melemahkan energi untuk merubahnya. Di dalam hati kita pohon berduri itu tumbuh saat kita melakukan keburukan kpada Allah, diri sendiri dan sesama. Jangan menunggu waktu, karena tiap detik adalah kesempatan mengakarkan, mengokohkan pohon itu disekujur tubuhmu. Ambilah kapak imanmu segera sebelum terlambat untuk menumbangkannya. Penundaan hanyalah melahirkan ketakberdayaan. Kelak saat kapak imanmu tak lagi tajam, tubuhmupun sudah kehilangan kekuatan. Belantara pohon berduri itu bahkan kelak menusuk mata, telinga dan hatimu. Sebelum telingamu bernanah oleh cemoohan, matamu menangis oleh kedukaan tak berujung, dan hatimu berdarah oleh himpitan derita dan azab, tebaslah pohon berduri itu. Janganlah berani melawan waktu, karena waktu selalu menertawakan keringkihanmu.

Mentari dzulhijjah menutup mata sudah. Rembulan satu muharram mengabarkan tahun baru. Jika hidupmu seperti pekat malam, yakinlah selalu ada rembulan dan bintang yang mencerahkan. Sepekat dan segelap apapun hidupmu, setitik cahaya pun mampu mengusir ketakutanmu. Di tengah kegelapan hidup di mekkah dahulu, Rasul membawa sahabat-sahabatnya menjemput cahaya kota madinah. Hijrah, mengubah hidup agar terarah. Hijrah, meneguhkan hidup diatas bimbingan cahaya. Allah adalah cahaya langit bumi. Allah adalah cahaya diatas cahaya (QS. An-Nur : 35).

Tekadmu adalah kapak itu. Tebaslah kini pohon-pohon berduri di hatimu. Renggutlah akar-akarnya. Seperti Ibrahim, kakekmu, menghancurkan berhala-berhala yang membatu disekujur tubuhmu. Belajarlah kini menjadi petani yang selalu merindui hujan. Guyurilah hati dan tubuhmu senantiasa dengan kebeningan rintik ayat-ayat Allah. Tanamlah berlahan benih kejujuran, keikhlasan, kesabaran, tulus hati dan pengabdian kepada Allah. Rawat dan pupuklah mereka secara sabar. Kelak diakhir tahun, saat mereka berbuah, panen raya mendekapmu dalam bahagia. Saat hatimu lega dan bersuka cita, berbagilah dengan sesama. Hatimu adalah surgamu. Bukan pohon berduri yang seharusnya menempati, namun anggur Allah yang mestinya bersemayam. Selamat menanam.


Kutipan beletin dakwah Madani

0 komentar:

Posting Komentar